Obyek Wisata Dieng

Obyek Wisata Dieng. Dieng merupakan suatu daerah dataran tinggi di Jawa Tengah yang letaknya berada di Kab. Wonosobo dan Kab. Banjarnegara. Pesona keindahan alamnya sudah tidak diragukan lagi, sudah banyak para pelancong (backpacker) yang berkunjung ke Dieng, baik itu dari dalam dan luar negeri.
Tidak hanya terkenal dengan hawanya yang sejuk saja, Dieng juga terkenal karena memiliki banyak pilihan wisata alam. Seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, Kawah Sileri, Kawah Sileri, Kawah Sikendang, Kawah Candradimuka, Komplek Candi (Candi Bima, Candi Semar, Candi Arjuna, dan lain sebagainya), Sumur Jalatunda, Mata Air Sungai Serayu, Panorama Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Sunrise Sikunir, Pendakian gunung Prau Dieng, dan lain sebaginya.



Daftar Obyek Wisata yang ada di Dieng


Candi Dieng
Tidak hanya terkenal dengan hawanya yang sejuk saja, Dieng juga terkenal karena memiliki banyak pilihan Obyek Wisata. salah satunya adalah peninggalan sejarah kuno yaitu Candi Dieng.

Bukit Sikunir Dieng
Bukit Sikunir ini terletak di Desa Sembungan, yang merupakan sebuah bukit yang memiliki panorama berupa sunrise yang indah. Sunrise di Dieng ini menjadi salah satu wisata andalan di Dieng plateau. Untuk waktu terbaik menikmati sunrise adalah sekitar pada Bulan Juli-agustus dimana pada bulan itu merupakan musim kemarau sehingga langit akan tampak bersih dan tidak ada hujan. Namun karena pemandangan yang dinikmati adalah matahari terbit atau sunrise, anda harus datang ke spot pengamatan Bukit Sikunir Dieng ini pada waktu fajar atau pagi buta. Biasanya para wisatawan akan menginap di penginapan, homestay atau hotel yang banyak terdapat di seputaran Kawasan Dieng plateau.

Telaga Warna Dieng
Telaga Warna di Dieng plateau ini terletak pada ketinggian 2000 mdpl, dimana pemandangan di tempat ini sangat indah. Telaga Warna Dieng memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan telaga atau waduk lainnya di Indonesia. Keunikan telaga Warna Dieng ini adalah terletak pada warna air yang sering berubah ubah, kadang berwarna hijau, biru, putih, dan lembayung. Fenomena alam yang unik di Telaga Warna Dieng ini karena di telaga ini mengandung sulfur yang cukup tinggi. Sulfur ini apabila terkena cahaya matahari maka akan menimbulkan warna yang lain.

Telaga Pengilon
Telaga Pengilon merupakan telaga yang terletak bersebelahan dengan Telaga warna di Dieng plateau. Uniknya meskipun terletak berdekatan, Telaga Pangilon ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan Telaga Warna. Telaga Pengilon memiliki warna air yang jernih serta bisa di gunakan untuk bercermin. Dari situlah warga sekitar menamainya dengan Telaga Pengilon. Bagi penggemar fotografi pasti akan senang dengan pemandangan di sekitar Telaga Warna dan Telaga Pengilon ini, dimana terdapat telaga yang dikelilingi perbukitan yang asri dan hijau.

Telaga Merdada
Ada satu telaga merupakan telaga terluas di Kawasan Dieng, yaitu Telaga Merdada. Telaga Merdada terdapat di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Destinasi wisata di Dieng berupa Telaga ini jika dilihat dari bentuknya menyerupai kaldera bekas letusan Gunung Berapi, yang kemudian tergenang dengan air. Kontur ini akan terlihat jelas apabila dilihat dari bukit pangonan sambil menikmati sunset yang menambah keindahan telaga ini.
Sebuah peninggalan penuh legenda dari Dataran Tinggi Dieng. Terletak 4 kilometer dari Dieng, Telaga Merdada dahulu merupakan kepundan (kawah gunung berapi) yang kemudian terisi air. Luas telaga ini diperkirakan 20 ha dengan kedalaman 25 meter.

Legenda
Berdasarkan kisah yang berkembang di penduduk setempat, kata Merdada diambil dari nama bagian bawah cupu manik Astagina, Madirda.
Adalah seorang resi yang sakti mandraguna bernama Resi Gautama. Dia mempunyai 2 orang putra kembar, Guwarso & Guwarsi, serta seorang putri berparas jelita bernama Dewi Anjani. Pada suatu hari, dua orang putra kembarnya berburu di hutan. Setelah lama berburu di tengah lebatnya rimba belantara, akhirnya mereka berhasil mendapatkan seekor rusa. Dengan hati penuh kegembiraan mereka membawa pulang hasil buruan tersebut untuk diberikan kepada adik mereka. Mereka berharap adiknya akan senang menerima rusa itu.
Jauh dari perkiraan Guwarso dan Guwarsi, Dewi Anjani tampak kurang tertarik dengan rusa yang mereka bawa. Adiknya justru memilih mengurung diri di kamar daripada bermain-main dengan rusa. Hal yang sangat aneh mengingat Dewi Anjani sangat senang pada rusa. Didorong rasa penasaran terhadap sikap adiknya yang lain dari biasanya, si kembar mengendap-endap mengikuti Dewi Anjani ke kamarnya. Secara diam-diam mereka mengamati apa yang dilakukan adiknya tersebut.
Di dalam kamar Dewi Anjani mengeluarkan sebuah benda yang dibungkus kain putih dan memendarkan cahaya keemasan. Dewi Anjani memperhatikan benda berpendar yang tak lain adalah sebuah cupu, cupu manik Astagina. Konon, apabila bagian bawah cupu ini dibuka maka akan terlihat terlihat segala isi dunia. Sedangkan apabila tutupnya yang dibuka, akan terlihat segala sesuatu yang terjadi di Sorga Loka.
Sebenarnya, yang berhak menerima cupu ini sebagai harta warisan adalah salah seorang dari putra kembar itu. Mengetahui hal tersebut, maka dua saudara kembar tersebut berusaha untuk merebutnya dari Dewi Anjani. Perebutan antara si Kembar dan Dewi Anjani akhirnya diketahui oleh ayah mereka.
Resi Gautama memanggil isterinya dan menanyakan asal dari cupu manik itu. Istrinya tidak menjawab. Dia merahasiakan asal muasal cupu yang sebenarnya merupakan pemberian seorang dewa yang jatuh cinta kepadanya. Dia teringat pada pesan Dewa yang menyuruhnya merahasiakan asal cupu manik.
Kesal dengan sikap istrinya yang seolah menyembunyikan sesuatu, Resi Gautama murka dan mengutuk istrinya menjadi tugu batu. Kemudian cupu itu dilemparkan ke udara. Cupu bagian bawah (Madirda) jatuh ke bumi dan muncullah Telaga Merdada. Sementara bagian tutupnya yang bernama Dlingo jatuh di atas Kawah Candradimuka dan membentuk sebuah telaga yang hingga sekarang dikenal dengan nama Telaga Dlingo. Arca batu yang merupakan jelmaan dari istri sang Prabu turut dilempar dan terjatuh di tepi telaga Merdada.
Dikisahkan pula, Raden Guwarso dan Guwarsi dalam perjalanannya mencari cupu manik Astagina, akhirnya sampai di tepi Telaga Merdada. Pendar keemasan yang terpancar dari dalam Telaga Merdada memancing kesimpulan dalam benak mereka bahwa cupu tersebut jatuh ke dalam Telaga. Maka, tanpa berpikir panjang mereka langsung terjun ke telaga.
Berjam-jam di dasar Telaga, namun tetap nihil. Cupu tersebut tidak ditemukan di dasar Telaga. Setelah lelah, keluarlah dua saudara kembar tersebut dari dalam Telaga. Sekeluarnya mereka dari dalam Telaga, terkejutlah mereka ketika melihat wajahnya yang berubah menjadi kera. Peristiwa serupa juga dialami oleh Dewi Anjani, wajahnya yang cantik jelita berubah menjadi kera.
Peristiwa yang dialami oleh dua saudara kembar serta Dewi Anjani diyakini sebagai akibat dari kenakalan serta kerakusan mereka. Hingga saat ini, hal tersebut menjadi sebuah pesan moral yang terpelihara secara turun temurun di Desa Karangtengah. Bila kita berkesempatan berjalan-jalan di sekitar Desa Karangtengah, tidak jarang kita temui orang tua yang meneriakkan kata “dadi kethek” sebagai sebuah peringatan kepada anak-anaknya agar tidak nakal dan tetap patuh pada nilai-nilai luhur. Kethek atau dalam bahasa Indonesia berarti Kera, merupakan lambang keburukan yang patut dihindari.
Sementara itu, cupu manic Astagina yang telah berubah menjadi Telaga, hingga sekarang masih memancarkan pendar keemasan dalam waktu-waktu tertentu. Konon, apabila seseorang duduk di tepi Telaga, akan dipermudah segala urusannya serta mendapat pencerahan.

Kawah Sikidang
Kawasan Dieng ini sebenarnya adalah gunung api raksasa yang masih terdapat aktivitas vulkanik didalamnya. Salah satu tanda dari aktivitas vulkanik ini adalah terdapatnya beberapa kawah yang terdapat di kawasan Dieng. Salah satu kawah di dieng adalah Kawah Sikidang. Kawah ini memiliki luas sekitar 200 m2 serta terdapat pada tanah yang datar sehingga pengunjung dapat dengan jelas melihat gumpalan-gumpalan asap yang keluar dari kawah ini. Namun hati-hati, karena sama seperti kawah pada umumnya, di Kawah Sikidang ini juga mengandung kadar belerang yang tinggi, sehingga untuk menjaga keamanan pengunjung pengelola sudah membangun pagar pembatas di sekitar lokasi kawah, meskipun hanya menggunakan kayu dan sebaiknya anda menguunakan maskers agar paru – paru anda tetap terjaga.

Pendakian Gunung Prau
Jalur pendakian Gunung Prau yang paling terkenal adalahh lewat jalur Patak Banteng. Karena gunungPrau dikenal dengan jalur pendakian yang pendek dan relatif mudah maka gunung Prau cocok sekali untuk dijadikan destinasi bagi para pendaki pemula. Kamu nggak akan menyesal jika mendaki gunung Prau. Pendakian rata-rata hanya membutuhkan 3-4 jam. Sepanjang trek perjalanan sampai kita akan berjumpa dengan pemandangan yang sangat indah dan tidak ada duanya. Kita bisa melihat pemandangan dataran tinggi Dieng dan Telaga Warna dari jauh. Kita juga akan berjumpa dengan perkebunan, hutan, padang bunga Daisy. Sampai puncak gunung Prau kita akan disambut oleh Bukit Teletubies dan jika pagi tiba kita akan dihadiahi Golden Sunrise gunung Prau. Golden sunrise gunung Prau inilah yang diklaim paling bagus se-asia tenggara. Dari situ kita bisa melihat pucuk banyak gunung di pulau Jawa seperti gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet. Gunung Prau memiliki ketinggian 2.565 mdpl. Ketinggian yang cukup-lah jika dibandingkan dengan gunung berapi namun jalur pendakiannya pendek dan waktu perjalanan juga singkat. Hal tersebut dikarenakan titik memulai pendakian kita sudah berada pada ketinggian 1.700 mdpl.
Dataran tinggi Dieng terkenal dengan suhu dingin yang menusuk tulang oleh sebab itu persiapkan segalanya terlebih dahulu sebelum berangkat menuju sana. Yang terpenting jaket yang hangat, dan perlengkapan lain tentunya. Untuk mendaki gunung Prau biasanya ada dua pilihan planningnya yakni sekali jalan atau bermalam di puncak. Sebagian pendaki memulai pendakian pada dini hari sekali sekitar pukul 01.00 WIB. Sampai puncak sekitar pukul 04.00 WIB. Kemudian menikmati sunrise di puncak dan kembali turun sekitar pukul 08.00 WIB. Sebagian lagi ada yang memulai pendakian pada siang hari sekitar pukul 14.00 WIB. Sampai puncak sekitar pukul 17.00 WIB. Mereka akan menikmati sunset gunung Prau kemudian mendirikan tenda di sana. Pagi hari mereka akan menikmati golden sunrise-nya gunung Prau. Dan siangnya turun.

Tips :

Pendakian gunung Prau bisa kamu gabungkan dengan berwisata ke tempat lain di Dieng. Misal: Telaga Warna, gunung Sikunir, candi-candi dan obyek wisata lain.



Candi Arjuna
Dieng merupakan suatu daerah dataran tinggi di Jawa Tengah yang letaknya berada di Kab. Wonosobo dan Kab. Banjarnegara. Pesona keindahan alamnya sudah tidak diragukan lagi, sudah banyak para pelancong (backpacker) yang berkunjung ke Dieng, baik itu dari dalam dan luar negeri. dieng 1900 Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.
Candi Dieng pertama kali diketemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen. Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1.8 x 0.8 km2. Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri yang dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata. Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.

a. Komplek Candi Arjuna
Komplek Candi Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng, terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan. Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna, terdapat Candi Semar. Keempat candi di komples ini menghadap ke barat, kecuali Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng.
Candi Arjuna. Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Pada dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut dalam keadaan kosong.
Pada dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Tepat di pertengahan dinding di bawah relung terdapat jaladwara (saluran air). Atap candi berbentuk kubus bersusun, makin ke atas makin mengecil. Bagian atas dan puncak atap sudah hancur. Di setiap sisi masing-masing kubus terdapat relung dan di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak. Di tengah ruangan di dalam tubuh candi terdapat yang tampak seperti sebuah yoni. Di sudut luar, menempel pada dinding belakang candi terdapat arca yang sudah rusak.
Candi Semar. Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di kiri dan kanan pintu terdapat lubang jendela kecil. Di dinding utara dan selatan tubuh candi terdapat, masing-masing, dua lubang yang berfungsi sebagai jendela, sedangkan di dinding barat (belakang) candi terdapat 3 buah lubang. Ruangan dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Atap candi berbentuk limasan tanpa hiasan. Puncak atap sudah hilang, sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Konon Candi Semar digunakan sebagai gudang untuk menyimpan senjata dan perlengkapan pemujaan.
Candi Srikandi. Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil. Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Candi Sembadra. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon. Di halaman terdapat batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju pintu. Sepintas Candi Sembadra terlihat seperti bangunan bertingkat, karena atapnya berbentuk kubus yang ukurannya hampir sama besar dengan ukuran tubuhnya. Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca.
Candi Puntadewa. Seperti candi lainnya, ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel. Ruang dalam tubuh candi sempit dan kosong. Di ketiga sisi lainnya terdapat jendela yang bingkainya diberi hiasan mirip dengan yang terdapat di pintu. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi. Di depan candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk bujur sangkar. Di tengah ruangan terdapat dua buah susunan tumpukan dua buah batu bulat yang puncaknya berujung runcing. Di utara candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan terdapat dua buah batu berbentuk mirip tempayan yang lebar.

b. Kelompok Gatutkaca
Kelompok Gatutkaca juga terdiri atas 5 candi, yaitu Candi Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk dan Candi Gareng, namun saat ini yang masih dapat dilihat bangunannya hanya Candi Gatutkaca. Keempat candi lainnya hanya tersisa tinggal reruntuhannya saja. Candi Gatutkaca. Batur candi setinggi sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Anak tangga di batur terlindung dalam dalam bilik penampil. Sepintas Candi Gatutkaca juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi. Di halaman Kompleks Candi Gatutkaca terdapat tumpukan batu reruntuhan keempat candi lain yang belum dapat disusun kembali.

c. Kelompok Dwarawati
Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi, yaitu Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat ini yang berada dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi Dwarawati. Candi Dwarawati. Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi empat dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini dalam keadaan polos tanpa pahatan. Pada pertengahan dinding tubuh candi di sisi utara, timur dan selatan terdapat semacam bilik penampil yang menjorok keluar membentuk relung tempat meletakkan arca. Bagian atas relung melengkung dan meruncing pada puncaknya. Ambang relung dihiasi pahatan bermotif bunga yang sederhana. Demikian juga sisi atas dinding bilik penampil. Ketiga relung pada dinding tubuh candi tersebut saat ini dalam keadaan kosong tanpa arca. Sepintas candi ini juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Di keempat sisi atap terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini, relung-relung tersebut juga dalam keadaan kosong. Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Di halaman depan candi terdapat susunan batu yang mirip sebuah lingga dan yoni.

d. Candi Bima
Candi Bima terletak menyendiri di atas bukit. Candi ini merupakan bangunan terbesar di antara kumpulan Candi Dieng. Bentuknya berbeda dari candi-candi di Jawa tengah pada umumnya. Kaki candi mempunyai denah dasar bujur sangkar, namun karena di setiap sisi terdapat penampil yang agak menonjol keluar, maka seolah-olah denah dasar Candi Bima berbentuk segi delapan. Penampil di bagian depan menjorok sekitar 1,5 m, berfungsi sebagai bilik penampil menuju ruang utama dalam tubuh candi. Penampil di ketiga sisi lainnya membentuk relung tempat meletakkan arca. Saat ini semuanya dalam keadaan kosong. Tak satupun arca yang masih tersisa. Bentuk atap candi terdiri atas 5 tingkat, masing-masing tingkat mengikuti lekuk bentuk tubuhnya, makin ke atas makin mengecil. Setiap tingkat dihiasi dengan pelipit padma ganda dan relung kudu. Kudu ialah arca setengah badan yang nampak se olah-olah sedang menjenguk ke luar. Hiasan semacam ini terdapat juga di Candi Kalasan. Puncak atap sudah hancur sehingga tidak diketahui bentuk aslinya.

Dieng Plateau Theater
Dieng Plateau Theater merupakan salah satu wujud seriusnya pengelola Kawasan Dieng mengembangkannya menjadi tujuan wisata favorite di jawa Tengah. Dieng Plateau Theater merupakan sebuah bangunan yang cukup megah di Kawasan Dieng dimana di tempat ini dijadikan sebagai tempat penayangan film dokumenter tentang Dieng Plateau. Dieng Plateau Theater memiliki kapasitas 60 tempat duduk. Film dokumenter yang ditayangkan adalah berjudul Bumi Kahyangan dieng Plateau dengan durasi 20 menit. Bagaimana, tak lengkap rasanya apabila berkunjung ke Wisata Dieng namun tidak mengunjungi Dieng Plateau Theater dan mengetahui Dieng pada jaman dulu.

Gardu pandang Tieng
Gardu pandang Tieng merupakan sebuah bangunan yang terletak di tepi jalan raya di Kawasan Dieng. Bangunan ini dijadikan sebagai tempat untuk menikmati pemandangan di Kawasan Dieng yang sangat indah. Pemandangan dari spot ini sangat menarik terutama pada saat pagi hari yaitu pada waktu matahari terbit/sunrise. Gardu Pandang di Dieng ini memiliki ketinggian sekitar 1700 dpl. Dari tempat ini anda dapat melihat pemandangan Gunung Sindoro dan Gunung Kembang, serta terasering lahan pertanian milik masyarakat yang terlihat subur.

Batu Ratapan Angin
Batu Ratapan Angin merupakan sebuah tebing di ketinggian yang terletak berdekatan dengan kawasan Dieng Plateau Theater. Tempat ini menjadi salah satu favorite pengunjung wisata Dieng karena dari tempat ini anda dapat melihat Telaga warna dan Telaga Pengilon dari ketinggian. Bisa terbayang kan melihat dua buah telaga dari ketinggian, pasti bagus sekali keindahan alam disini. Namun karena letaknya agak tinggi, butuh tenaga ekstra untuk mencapai tempat ini. Namun setelah sampai di atas, akan terbayar dengan keindahan yang tersaji di Batu Ratapan angin ini. Batu Ratapan angin ini juga sering disebut dengan Batu Pandang Dieng.

Telaga Cebong Dieng
Telaga ini terletak di Desa Sembungan, yang merupakan desa tertinggi di jawa Tengah. Jadi biasanya para wisatawan setelah menikmati sunrise di puncak Sikunir, pulangnya mampir ke Telaga Cebong ini, karena letaknya di kaki bukit Sikunir. Disini anda dapat menikmati keindahan alam berupa telaga alam yang disekitarnya terdapat lahan-lahan pertanian miliki penduduk sehingga menambah keindahan Telaga Cebong ini. Dengan letaknya yang diatas 2300 m dpl, maka banyak yang mengatakan bahwa Telaga Cebong ini merupakan telaga diatas awan.

Sumur Jalatunda
Sumur Jalatunda di Dieng merupakan salah satu fenomena alam yang sangat menarik untuk dipelajari. sumur Jalatunda di Dieng ini memiliki diameter 90 meter dimana menurut para ahli sumur ini terbentuk dari letusan gunung berapi jutaan tahun yang lalu. Bekas letusan ini kemudian membentuk lubang kawah seperti sumur. Lambat laun lubang ini terisi dengan air sampai saat ini. Sumur ini memang masih jarang dikunjungi oleh para wisatawan karena lokasi dari Sumur Jalatunda sendiri agak tersembunyi. Untuk mendatangi Sumur Jalatunda pengunjung harus mendaki anak tangga sejumlah 257 buah terlebih dahulu.

Bukit Pangonan
Pangonan merupakan sebuah bukit landai di selatan Dieng memiliki panorama savana yang cantik. Padang rumput dengan ilalang panjang menghampar dalam ceruk yang luas di atas bukit pangonan bisa menjadi areal camping yang bagus. Bila anda mendaki ke sebelah barat maka anda akan melihat lanscape telaga merdada yang indah dari atas. Bila anda beruntung anda juga dapat menikmati sunset dari bukit ini.

Bukit Skoter
Skoter merupakan sebuah puntuk atau gundukan bukit yang konon merupakan sebuah Pemancar radio gram pada jaman Belanda yang oleh masyarakat Dieng di sebut Skoter, entah apa maknanya yang jelas orang-orang Dieng di masa itu menyebutnya demikian.

Disini kita bisa menikmati indahnya Blue Sunrise dengan lanscape gunung Sindoro dan di sore hari kita akan dimanjakan dengan Red Sunset yang makin sempurna dengan pemamdangan pegunungan Dieng.Nuansa kabut di pagi hari akan memberikan anda sensasi yang berbeda saat menik mati Sunrise. Dengan jarak yempuh yang pendek dijamin anda tidak akan capek menuju kesana.


Dan masih banyak lagi Obyek Wisata Dieng yang wajib anda kunjungi



Komentar